Modul
Mata Kuliah PANCASILA
TINJAUAN MATA KULIAH
Mata kuliah Pendidikan Pancasila
memberikan penjelasan tentang perlunya diberikan perkuliahan Pancasila dari
berbagai sudut pandang, beberapa teori asal mula, fungsi dan kedudukan,
hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945, pemikiran dan pelaksanaan serta reformasi
pemikiran dan pelaksanaan Pancasila. Selain hal tersebut di atas, pada
matakuliah Pendidikan Pancasila ini juga dibahas permasalahan aktual dewasa ini
khususnya tentang SARA, HAM, krisis ekonomi, dan berbagai pemikiran yang digali
dari nilai-nilai Pancasila.
Modul-modul matakuliah Pendidikan
Pancasila ini disusun berdasarkan Garis Besar Program Pembelajaran yang
tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nomor: 265/DIKTI/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila Pada Perguruan Tinggi di
Indonesia.
Tujuan umum yang ingin dicapai oleh
matakuliah Pendidikan Pancasila tertuang dalam Tujuan Instruksional Umum, yaitu
mahasiswa diharapkan dapat:
- Memahami landasan diberikannya perkuliahan Pancasila.
- Memahami pengertian Pancasila.
- Memahami pengetahuan ilmiah secara umum dan Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah.
- Memahami Pancasila sebagai obyek studi ilmiah.
- Memahami pengertian teori asal mula.
- Memahami teori asal mula Pancasila secara budaya, asal mula Pancasila formal, dan dinamika Pancasila sebagai dasar negara.
- Memahami dan menjelaskan fungsi serta kedudukan Pancasila, baik secara formal yaitu Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia maupun secara material yakni Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
- Memahami dan menjelaskan tentang hubungan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maupun kedudukan hakiki Pembukaan UUD 1945.
- Memahami dan menjelaskan pemikiran dan pelaksanaan Pancasila serta Reformasi pemikiran dan pelaksanaan Pancasila.
- Memahami dan menjelaskan berbagai permasalahan aktual dewasa ini, khususnya permasalahan SARA, HAM, dan krisis ekonomi serta berbagai pemikiran yang digali dari nilai-nilai Pancasila untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Beban kredit matakuliah Pendidikan
Pancasila adalah 2 sks. Setiap sks mempunyai 3 modul sehingga matakuliah ini
mempunyai 6 modul. Keenam judul modul mencerminkan tujuan instruksional umum
yang dibahas pada modul tersebut. Adapun judul modul tersebut adalah:
Modul 1 : Pancasila dan Pengetahuan
Ilmiah
Modul 2 : Asal Mula Pancasila
Modul 3 : Fungsi dan Kedudukan
Pancasila
Modul 4 : Pancasila dan UUD 1945
Modul 5 : Pelaksanaan Pancasila
Modul 6 : Pancasila dan Permasalahan
Aktual
Tujuan instruksional umum tersebut
di atas kemudian dipecah/dirinci lagi dalam satu atau lebih tujuan
instruksional khusus. Esensi tujuan instruksional khusus tersebut mencerminkan
jenis-jenis perilaku akhir yang seyogianya dapat ditunjukkan oleh para
mahasiswa setelah mempelajari modul ini.
Keseluruhan pembahasan bahan-bahan
kuliah yang terdapat di dalam modul ini penyajiannya diusahakan sesederhana
mungkin, terutama untuk hal tertentu yang materinya banyak, akan tetapi tentu
saja ada bahan-bahan yang memang belum tertampung dalam modul seluruhnya, untuk
pengembangan dan penyajiannya dapat dilihat dari sumber Pustaka lain. Demikin
gambaran tentang matakuliah Pendidikan Pancasila. Dengan adanya gambaran ini
diharapkan para mahasiswa dapat menyiapkan diri untuk lebih baik.
Selamat belajar semoga sukses!
===================
Modul 1
PANCASILA
DAN PENGETAHUAN ILMIAH
Kegiatan Belajar 1
LANDASAN PERKULIAN DAN PENGERTIAN
PANCASILA
Seluruh warga negara kesatuan
Republik Indonesia sudah seharusnya mempelajari, mendalami dan mengembangkannya
serta mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tingkatan-tingkatan pelajaran
mengenai Pancasila yang dapat dihubungkan dengan tingkat-tingkat pengetahuan
ilmiah. Tingkatan pengetahuan ilmiah yakni pengetahuan deskriptif, pengetahuan
kausal, pengetahuan normatif, dan pengetahuan esensial. Pengetahuan deskriptif
menjawab pertanyaan bagaimana sehingga bersifat mendiskripsikan, adapun
pengetahuan kausal memberikan jawaban terhadap pertanyaan ilmiah mengapa,
sehingga mengenai sebab akibat (kausalitas). Pancasila memiliki empat kausa
:kausa materialis (asal mula bahan dari Pancasila), kausa formalis (asal mula
bentuk), kausa efisien (asal mula karya), dan kausa finalis (asal mula tujuan).
Tingkatan pengetahuan normatif
merupakan hasil dari pertanyaan ilmiah kemana. Adapun pengetahuan esensial
mengajukan pemecahan terhadap pertanyaan apa, (apa sebenarnya), merupakan
persoalan terdalam karena diharapkan dapat mengetahui hakikat. Pengetahuan
esensial tentang Pancasila adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang inti
sari atau makna terdalam dalam sila-sila Pancasila atau secara filsafati untuk
mengkaji hakikatnya. Pelajaran atau perkuliahan pada perguruan tinggi, oleh
karena itu, tentulah tidak sama dengan pelajaran Pancasila yang diberikan pada
sekolah menengah.
Tanggung jawab yang lebih besar
untuk mempelajari dan mengembangkan Pancasila itu sesungguhnya terkait dengan
kebebasan yang dimilikinya.
Tujuan pendidikan Pancasila adalah
membentuk watak bangsa yang kukuh, juga untuk memupuk sikap dan perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila. Tujuan perkuliahan
Pancasila adalah agar mahasiswa memahami, menghayati dan melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara RI, juga
menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan pemikiran
yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Kegiatan Belajar 2
PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN
ILMIAHR
Pengetahuan dikatakan ilmiah jika
memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni berobjek, bermetode, bersistem, dan
bersifat universal. Berobjek terbagi dua yakni objek material dan objek formal.
Objek material berarti memiliki sasaran yang dikaji, disebut juga pokok soal
(subject matter) merupakan sesuatu yang dituju atau dijadikan bahan untuk
diselidiki. Sedangkan objek formal adalah titik perhatian tertentu (focus of
interest, point of view) merupakan titik pusat perhatian pada segi-segi tertentu
sesuai dengan ilmu yang bersangkutan. Bermetode atau mempunyai metode berarti
memiliki seperangkat pendekatan sesuai dengan aturan-aturan yang logis. Metode
merupakan cara bertindak menurut aturan tertentu. Bersistem atau bersifat
sistematis bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang bagian-bagiannya
merupakan satu kesatuan yang yang saling berhubungan dan tidak berkontradiksi
sehingga membentuk kesatuan keseluruhan. Bersifat universal, atau dapat
dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelusuran kebenaran tidak
didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju,
melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal. Pancasila memiliki dan
memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga dapat dipelajari
secara ilmiah.
Di samping memenuhi syarat-syarat
sebagai pengetahuan ilmiah. Pancasila juga memiliki susunan kesatuan yang
logis, hubungan antar sila yang organis, susunan hierarkhis dan berbentuk
piramidal, dan saling mengisi dan mengkualifikasi.
Pancasila dapat juga diletakkan
sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang dimaksudkan dalam rangka
penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu penguraian yang menyoroti
materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan dengan segala uraian yang
selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis kepada bahan-bahan
tersebut. Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa segala yang
diuraikan memiliki kegunaan atau manfaat dalam praktek. Contoh pendekatan
ilmiah terhadap Pancasila antara lain: pendekatan historis, pendekatan yuridis
konstitutional, dan pendekatan filosofis.
Modul 2
ASAL
MULA PANCASILA
Kegiatan Belajar 1
TEORI ASAL MULA PANCASILA
Asal mula Pancasila dasar filsafat
Negara dibedakan:
- Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
- Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
- Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam sidang-sidangnya.
- Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada kausan finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.
Unsur-unsur Pancasila berasal dari
bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar
Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum
tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan
bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia
memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan,
bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya misalnya:
- Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, bukti-buktinya: bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama, pendidikan agama, rumah-rumah ibadah, tulisan karangan sejarah/dongeng yang mengandung nilai-nilai agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia, bukti-buktinya misalnya bangunan padepokan, pondok-pondok, semboyan aja dumeh, aja adigang adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja sawiyah-wiyah, dan sebagainya, tulisan Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu Pegat, Anting Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan Metsyaha, membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya, hubungan luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan; semua meng-indikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan, sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya, tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala, Negara nasional Sriwijaya, Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan.
- Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, bukti-buktinya: bangunan Balai Agung dan Dewan Orang-orang Tua di Bali untuk musyawarah, Nagari di Minangkabau dengan syarat adanya Balai, Balai Desa di Jawa, tulisan tentang Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang Merindu, Loro Jonggrang, Kisah Negeri Sule, dan sebagainya, perbuatan musyawarah di balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat demokratis Indonesia;
- Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air, tanggul sungai, tanah desa, sumur bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi di muka rumah, selamatan, dan sebagainya.
Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang baik-baik yang digali dari bangsa Indonesia.
Disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai yang baik. Adapun kelima sila dalam
Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur tidak boleh terputus satu dengan
yang lainnya. Namun demikian terkadang ada pengaruh dari luar yang menyebabkan
diskontinuitas antara hasil keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya.
Kegiatan Belajar 2
ASAL MULA PANCASILA SECARA FORMAL
BPUPKI terbentuk pada tanggal 29
April 1945. Adanya Badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan
kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus
dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala
Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa).
Badan penyelidik ini mengadakan
sidang hanya dua kali. Sidang pertama tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945,
sedangkan sidang kedua 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. Pada sidang pertama
M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar negara, sedangkan Soepomo
mengenai paham negara integralistik. Tindak lanjut untuk membahas mengenai
dasar negara dibentuk panitia kecil atau panitia sembilan yang pada tanggal 22
Juni 1945 berhasil merumuskan Rancangan mukaddimah (pembukaan) Hukum Dasar,
yang oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
Sidang kedua BPUPKI menentukan
perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama.
Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam anggota baru. Sidang
lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau
panitia sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Di samping menerima hasil
rumusan Panitia sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yakni: 1)
Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota
berjumlah 19 orang 2) Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno
Tjokrosujoso beranggotakan 23 orang 3) Panitia ekonomi dan keuangan dengan
ketua Moh. Hatta, bersama 23 orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar
kemudian membentuk lagi panitia kecil Perancang Hukum Dasar yang dipimpin
Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945
telah dapat menyelesaikan tugasnya Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu
Zyunbi Linkai), yang sering disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan: menyusun
Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI
mengesahkan naskah rumusan panitia sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta
sebagai Rancangan Mukaddimah Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945
menerima seluruh Rancangan
Hukum Dasar yang sudah selesai
dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai mukaddimah.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal
17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia dan selesailah tugas badan tersebut. Pada tanggal 9
Agustus 1945 dibentuk Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang
pertama PPKI 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia dan menetapkan:
- Piagam Jakarta sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggl 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
- Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
- Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.
- Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan Musyawarah Darurat.
Sidang kedua tanggal 19 Agustus
1945, PPKI membuat pembagian daerah propinsi, termasuk pembentukan 12
departemen atau kementerian. Sidang ketiga tanggal 20, membicarakan agenda
badan penolong keluarga korban perang, satu di antaranya adalah pembentukan Badan
Keamanan Rakyat (BKR). Pada 22 Agustus 1945 diselenggarakan sidang PPKI
keempat. Sidang ini membicarakan pembentukan Komite Nasional Partai Nasional
Indonesia. Setelah selesai sidang keempat ini, maka PPKI secara tidak langsung
bubar, dan para anggotanya menjadi bagian Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP). Anggota KNIP ditambah dengan pimpinan-pimpinan rakyat dari semua
golongan atau aliran dari lapisan masyarakat Indonesia.
Rumusan-rumusan Pancasila secara
historis terbagi dalam tiga kelompok.
- Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia.
- Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
- Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari tiga kelompok di atas secara
lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5
Juli 1959 ini ada tujuh yakni:
- Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” (Rumusan I).
- Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II).
- Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka, dengan istilah Pancasila (Rumusan III).
- Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil kesepakatan yang pertama (Rumusan IV).
- Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V).
- Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950 tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI).
- Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).
Modul 3
FUNGSI
DAN KEDUDUKAN PANCASILA
Kegiatan Belajar 1
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Dasar negara merupakan alas atau
fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya
sebuah negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan
atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara,
merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk
di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat.
Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara
mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai dasar untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara
yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara
Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu
kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal, dan
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar negara
(Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di
dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya
sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang
Dasar 1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan
lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya
ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya.
Kegiatan Belajar 2
PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Setiap manusia di dunia pasti
mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah suatu wawasan menyeluruh
terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur.
Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan
sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Pandangan hidup yang diyakini suatu
masyarakat maka akan berkembang secara dinamis dan menghasilkan sebuah
pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai
yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga darinya
mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari-hari.
Setiap bangsa di mana pun pasti
selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan acuan di dalam hidup
bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hdup yang diyakini
kebenarannya tersebut bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalam
sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia
sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya
Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa
Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan
atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi
bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila
sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil
kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI.
Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat
Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.
Modul 4
PANCASILA
DAN PEMBUKAAN UUD’45
Kegiatan Belajar 1
HUBUNGAN PANCASILA DAN PEMBUKAAN
UUD’45
Hubungan Secara Formal antara
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945: bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD’45; bahwa Pembukaan
UUD’45 berkedudukan dan berfungsi selain sebagai Mukadimah UUD’45 juga sebagai
suatu yang bereksistensi sendiri karena Pembukaan UUD’45 yang intinya Pancasila
tidak tergantung pada batang tubuh UUD’45, bahkan sebagai sumbernya; bahwa
Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD’45 dengan demikian mempunyai kedudukan
yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup
Negara RI.
Hubungan Secara Material antara
Pancasila dan PembukaanUUD 1945: Proses Perumusan Pancasila: sidang BPUPKI
membahas dasar filsafat Pancasila, baru kemudian membahas Pembukaan UUD’45;
sidang berikutnya tersusun Piagam Jakarta sebagai wujud bentuk pertama
Pembukaan UUD’45.
Kegiatan Belajar 2
KEDUDUKAN HAKIKI PEMBUKAAN UUD’45
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia
karena terlekat pada proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga tidak bisa dirubah
baik secara formal maupun material. Adapun kedudukan hakiki Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah pertama; Pembukaaan Undang-Undang Dasar
memiliki kedudukan hakiki sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci, yaitu
proklamasi kemerdekaan yang singkat dan padat 17 Agustus 1945 itu ditegaskan
dan dijabarkan lebih lanjut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedudukan hakiki Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang kedua adalah bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 mengandung dasar, rangka dan suasana bagi negara dan tertib hukum
Indonesia. Maksudnya adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
pengejawantahan dari kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral rakyat
Indonesia yang luhur (Suhadi, 1998). Kedudukan hakiki Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang ketiga adalah bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat
sendi-sendi mutlak bagi kehidupan negara, yaitu tujuan negara, bentuk negara,
asas kerohanian negara, dan pernyataan tentang pembentukan UUD.
Modul 5
PELAKSANAAN
PANCASILA
Kegiatan Belajar 1
PEMIKIRAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA
Berbagai bentuk penyimpangan
terhadap pemikiran dan pelaksana-an Pancasila terjadi karena dilanggarnya
prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip itu dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu prinsip ditinjau dari segi intrinsik (ke dalam) dan prinsip
ditinjau dari segi ekstrinsik (ke luar). Pancasila dari segi intrinsik harus
konsisten, koheren, dan koresponden, sementara dari segi ekstrinsik Pancasila
harus mampu menjadi penyalur dan penyaring kepentingan horisontal maupun
vertikal.
Ada beberapa pendapat yang mencoba
menjawab jalur-jalur apa yang dapat digunakan untuk memikirkan dan melaksanakan
Pancasila. Pranarka (1985) menjelaskan adanya dua jalur formal pemikiran
Pancasila, yaitu jalur pemikiran politik kenegaraan dan jalur pemikiran
akademis. Sementara Profesor Notonagoro (1974) menjelaskan adanya dua jalur
pelaksanaan Pancasila, yaitu jalur objektif dan subjektif.
Sejarah perkembangan pemikiran
Pancasila menunjukkan adanya kompleksitas permasalahan dan heteregonitas
pandangan. Kompleksitas permasalahan tersebut meliputi (1) masalah sumber; (2)
masalah tafsir; (3) masalah pelaksanaan; (4) masalah apakah Pancasila itu
Subject to change; dan (5) problem evolusi dan kompleksitas di dalam pemikiran
mengenai pemikiran Pancasila. Permasalahan tersebut mengundang perdebatan yang
sarat dengan kepentingan. Pemecahan berbagai kompleksitas permasalahan di atas
dapat ditempuh dengan dua jalur, yaitu jalur pemikiran politik kenegaraan, dan
jalur pemikiran akademis.
Jalur pemikiran kenegaraan yaitu
penjabaran Pancasila sebagai ideologi bangsa, Dasar Negara dan sumber hukum
dijabarkan dalam berbagai ketentuan hukum dan kebijakan politik. Para
penyelenggara negara ini berkewajiban menjabarkan nilai-nilai Pancasila ke
dalam perangkat perundang-undangan serta berbagai kebijakan dan tindakan.
Tujuan penjabaran Pancasila dalam konteks ini adalah untuk mengambil keputusan
konkret dan praktis. Metodologi yang digunakan adalah memandang hukum sebagai
metodologi, sebagaimana yang telah diatur oleh UUD.
Permasalahan mengenai Pancasila
tidak semuanya dapat dipecahkan melalui jalur politik kenegaraan semata,
melainkan memerlukan jalur lain yang membantu memberikan kritik dan saran bagi
pemikiran Pancasila, jalur itu adalah jalur akademis, yaitu dengan pendekatan
ilmiah, ideologis, theologis, maupun filosofis.
Pemikiran politik kenegaraan tujuan
utamanya adalah untuk pengambilan keputusan atau kebijakan, maka lebih
mengutamakan aspek pragmatis, sehingga kadang-kadang kurang memperhatikan aspek
koherensi, konsistensi, dan korespondensi. Akibatnya kadang berbagai kebijakan
justru kontra produktif dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan
demikian pemikiran akademis berfungsi sebagai sumber bahan dan kritik bagi
pemikiran politik kenegaraan. Sebaliknya kasus-kasus yang tidak dapat
dipecahkan oleh para pengambil kebijakan merupakan masukan yang berharga bagi
pengembangan pemikiran akademis. Setiap pemikiran akademis belum tentu dapat
diterapkan dalam kebijakan politik kenegaraan, sebaliknya setiap kebijakan
politik kenegaraan belum tentu memiliki validitas atau tingkat kesahihan yang
tinggi jika diuji secara akademis.
Jalur pemikiran ini sangat terkait
dengan jalur pelaksanaan. Pelaksanaan Pancasila dapat diklasifikasikan dalam
dua jalur utama, yaitu pelaksanaan objektif dan subjektif, yang keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Pelaksanaan objektif adalah
pelaksanaan dalam bentuk realisasi nilai-nilai Pancasila pada setiap aspek
penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif,
dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan
perundang-undangan negara Indonesia. Pelaksanaan subjektif, artinya pelaksanaan
dalam pribadi setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap
penguasa dan setiap orang Indonesia. Menurut Notonagoro pelaksanaan Pancasila
secara subjektif ini memegang peranan sangat penting, karena sangat menentukan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan Pancasila. Pelaksanaan subjektif ini
menurut Notonagoro dibentuk secara berangsur-angsur melalui proses pendidikan,
baik pendidikan formal, non formal, maupun informal di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Hasil yang akan diperoleh berupa pengetahuan, kesadaran, ketaatan,
kemampuan dan kebiasaan, mentalitas, watak dan hati nurani yang dijiwai oleh
Pancasila.
Sebaik apa pun produk
perundang-undangan, jika tidak dilaksanakan oleh para penyelenggara negara maka
tidak akan ada artinya, sebaliknya sebaik apa pun sikap mental penyelenggara
negara namun tidak didukung oleh sistem dan struktur yang kondusif maka tidak
akan menghasilkan sesuatu yang maksimal.
Pelaksanaan Pancasila secara
objektif sebagai Dasar Negara membawa implikasi wajib hukum, artinya
ketidaktaatan pada Pancasila dalam artian ini dapat dikenai sanksi yang tegas
secara hukum, sedangkan pelaksanaan Pancasila secara subjektif membawa
implikasi wajib moral. Artinya sanksi yang muncul lebih sebagai sanksi dari
hati nurani atau masyarakat.
Kegiatan Belajar 2
REFORMASI PEMIKIRAN DAN PELAKSANAAN
PANCASILA
Reformasi secara sempit dapat
diartikan sebagai menata kembali keadaan yang tidak baik menjadi keadaan yang
lebih baik. Reformasi kadang disalahartikan sebagai suatu gerakan demonstrasi
yang radikal, “semua boleh”, penjarahan atau “pelengseran” penguasa tertentu.
Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar orang tidak salah
mengartikan reformasi, antara lain sebagai berikut.
- Reformasi bukan revolusi
- Reformasi memerlukan proses
- Reformasi memerlukan perubahan dan berkelanjutan
- Reformasi menyangkut masalah struktural dan kultural
- Reformasi mensyaratkan adanya skala prioritas dan agenda
- Reformasi memerlukan arah
Berbagai faktor yang mendorong
munculnya gerakan reformasi antara lain: Pertama, akumulasi kekecewaan
masyarakat terutama ketidakadilan di bidang hukum, ekonomi dan politik; kedua,
krisis ekonomi yang tak kunjung selesai; ketiga, bangkitnya kesadaran
demokrasi, keempat, merajalelanya praktek KKN, kelima, kritik dan saran
perubahan yang tidak diperhatikan.
Gerakan reformasi menuntut reformasi
total, artinya memperbaiki segenap tatanan kehidupan bernegara, baik bidang
hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya, hankam dan lain-lain. Namun pada masa
awal gerakan reformasi, agenda yang mendesak untuk segera direalisasikan antara
lain: pertama, mengatasi krisis; kedua, melaksanakan reformasi, dan ketiga
melanjutkan pembangunan. Untuk dapat menjalankan agenda reformasi tersebut
dibutuhkan acuan nilai, dalam konteks ini relevansi Pancasila menarik untuk
dibicarakan.
Eksistensi Pancasila dalam reformasi
di tengah berbagai tuntutan dan euforia reformasi ternyata masih dianggap
relevan, dengan pertimbangan, antara lain: pertama, Pancasila dianggap
merupakan satu-satunya aset nasional yang tersisa dan diharapkan masih dapat
menjadi perekat tali persatuan yang hampir koyak. Keyakinan ini didukung oleh
peranan Pancasila sebagai pemersatu, hal ini telah terbukti secara historis dan
sosiologis bangsa Indonesia yang sangat plural baik ditinjau dari segi etnis,
geografis, maupun agama. Kedua, Secara yuridis, Pancasila merupakan Dasar
Negara, jika dasar negara berubah, maka berubahlah negara itu. Hal ini didukung
oleh argumentasi bahwa para pendukung gerakan reformasi yang tidak menuntut
mengamandemen Pembukaan UUD 1945 yang di sana terkandung pokok-pokok pikiran
Pembukaan UUD 1945 yang merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila.
Kritik paling mendasar yang
dialamatkan pada Pancasila adalah tidak satunya antara teori dengan kenyataan,
antara pemikiran dengan pelaksanaan. Maka tuntutan reformasi adalah meletakkan
Pancasila dalam satu kesatuan antara pemikiran dan pelaksanaan. Gerakan
reformasi mengkritik kecenderungan digunakannya Pancasila sebagai alat
kekuasaan, akhirnya hukum diletakkan di bawah kekuasaan. Pancasila dijadikan
mitos dan digunakan untuk menyingkirkan kelompok lain yang tidak sepaham.
Beberapa usulan yang masih dapat
diperdebatkan namun kiranya penting bagi upaya mereformasi pemikiran Pancasila,
antara lain: Pertama, mengarahkan pemikiran Pancasila yang cenderung abstrak ke
arah yang lebih konkret. Kedua, mengarahkan pemikiran dari kecenderungan yang
sangat ideologis (untuk legitimasi kekuasaan) ke ilmiah. Ketiga, mengarahkan
pemikiran Pancasila dari kecenderungan subjektif ke objektif, yaitu dengan
menggeser pemikiran dengan menghilangkan egosentrisme pribadi, kelompok, atau
partai, dengan menumbuhkan kesadaran pluralisme, baik pluralisme sosial,
politik, budaya, dan agama.
Berbagai bentuk penyimpangan,
terutama dalam pemikiran politik kenegaraan dan dalam pelaksanaannya
dimungkinkan terjadi karena beberapa hal, di antaranya, antara lain: Pertama,
adanya gap atau ketidakkonsisten dalam pembuatan hukum atau perundang-undangan
dengan filosofi, asas dan norma hukumnya. Ibarat bangunan rumah, filosofi, asas
dan norma hukum adalah pondasi, maka undang-undang dasar dan perundang-undangan
lain di bawahnya merupakan bangunan yang dibangun di luar pondasi. Kenyataan
ini membawa implikasi pada lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara tidak
dapat memerankan fungsinya secara optimal. Para ahli hukum mendesak untuk
diadakan amandemen UUD 1945 dan mengembangkan dan mengoptimalkan lembaga
judicial review yang memiliki independensi untuk menguji secara substansial dan
prosedural suatu produk hukum.
Kedua, Kelemahan yang terletak pada
para penyelenggara negara adalah maraknya tindakan kolusi, korupsi dan
nepotisme, serta pemanfaatan hukum sebagai alat legitimasi kekuasaan dan
menyingkirkan lawan-lawan politik dan ekonomisnya.
Sosialisasi Pancasila juga mendapat
kritik tajam di era reformasi, sehingga keluarlah Tap MPR No. XVIII/MPR/1998
untuk mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4. Berbagai usulan pemikiran
tentang sosialisasi Pancasila itu antara lain: menghindari jargon-jargon yang
tidak berakar dari realitas konkret dan hanya menjadi kata-kata kosong tanpa
arti, sebagai contoh slogan tentang “Kesaktian Pancasila”, slogan bahwa
masyarakat Indonesia dari dulu selalu berbhineka tunggal ika, padahal dalam
kenyataan bangsa Indonesia dari dulu juga saling bertempur, melaksanakan
Pancasila secara murni dan konsekuen, dan lain-lain. Menghindari pemaknaan
Pancasila sebagai proposisi pasif dan netral, tetapi lebih diarahkan pada
pemaknaan yang lebih operasional, contoh: Pancasila hendaknya dibaca sebagai
kalimat kerja aktif, seperti masyarakat dan negara Indonesia harus ….. mengesakan Tuhan, memanusiakan manusia
agar lebih adil dan beradab, mempersatukan Indonesia, memimpin rakyat dengan
hikmat/kebijaksanaan dalam suatu proses permusyawaratan perwakilan, menciptakan
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sosialisasi diharapkan juga dalam
rangka lebih bersifat mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan membodohkannya
sebagaimana yang terjadi pada penataran-penataran P-4, sehingga sosialisasi
lebih kritis, partisipatif, dialogis, dan argumentatif.
Modul 6
PANCASILA
DAN PERMASALAHAN AKTUAL
Kegiatan Belajar 1
PANCASILA DAN PERMASALAHAN SARA
Konflik itu dapat berupa konflik
vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal misalnya antara si kuat dengan si
lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara mayoritas dengan minoritas, dan
sebagainya. Sementara itu konflik horisontal ditunjukkan misalnya konflik
antarumat beragama, antarsuku, atarras, antargolongan dan sebagainya. Jurang
pemisah ini merupakan potensi bagi munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara yang tersusun atas berbagai unsur yang
sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras, dan golongan.
Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yang sangat besar dalam
pembangunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi
munculnya berbagai konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Pada prinsipnya Pancasila dibangun
di atas kesadaran adanya kompleksitas, heterogenitas atau pluralitas kenyataan
dan pandangan. Artinya segala sesuatu yang mengatasnamakan Pancasila tetapi
tidak memperhatikan prinsip ini, maka akan gagal.
Berbagai ketentuan normatif tersebut
antara lain: Pertama, Sila ke-3 Pancasila secara eksplisit disebutkan
“Persatuan Indonesia“. Kedua, Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok-pokok Pikiran
dalam Pembukaan terutama pokok pikiran pertama. Ketiga, Pasal-Pasal UUD 1945
tentang Warga Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga negara. Keempat,
Pengakuan terhadap keunikan dan kekhasan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia
juga diakui, (1) seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang
Pemerintahan Daerah yang mengakui kekhasan daerah, (2) Penjelasan Pasal 32 UUD
1945 tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan penerimaan atas budaya asing
yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3) penjelasan Pasal 36 tentang
peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat disimpulkan bahwa
secara normatif, para founding fathers negara Indonesia sangat menjunjung
tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas
pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain.
Justru pluralitas itu merupakan aset
yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.
Beberapa prinsip yang dapat digali
dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam rangka menyelesaikan masalah
SARA ini antara lain: Pertama, Pancasila merupakan paham yang mengakui adanya
pluralitas kenyataan, namun mencoba merangkumnya dalam satu wadah
ke-indonesiaan. Kesatuan tidak boleh menghilangkan pluralitas yang ada,
sebaliknya pluralitas tidak boleh menghancurkan persatuan Indonesia. Implikasi
dari paham ini adalah berbagai produk hukum dan perundangan yang tidak sejalan
dengan pandangan ini perlu ditinjau kembali, kalau perlu dicabut, karena jika
tidak akan membawa risiko sosial politik yang tinggi. Kedua, sumber bahan
Pancasila adalah di dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan, adat
istiadat dan kebiasaan dalam kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat.
Dalam konteks ini pemikiran tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dan sebagainya
idealnya digali dari nilai-nilai agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan
bernegera yang diterima oleh masyarakat
Kegiatan Belajar 2
PANCASILA DAN PERMASALAHAN HAM
Hak asasi manusia menurut
Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak yang melekat pada kemanusiaan, yang
tanpa hak itu mustahil manusia hidup sebagaimana layaknya manusia. Dengan
demikian eksistensi hak asasi manusia dipandang sebagai aksioma yang bersifat
given, dalam arti kebenarannya seyogianya dapat dirasakan secara langsung dan tidak
memerlukan penjelasan lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995: 60).
Masalah HAM merupakan masalah yang
kompleks, setidak-tidaknya ada tiga masalah utama yang harus dicermati dalam
membahas masalah HAM, antara lain: Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang
hangat dibicarakan, karena (1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga
masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan
itu antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup. (2) Isu
HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan
diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember
1948. (3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral
antara negara donor dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan untuk
penekanan secara ekonomis dan politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah
tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme. Paham universalisme
menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal diterapkan di semua penjuru
dunia. Sementara paham partikularisme memandang bahwa setiap bangsa memiliki
persepsi yang khas tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis
kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria
tersendiri.
Ketiga, Ada tiga tataran diskusi
tentang HAM, yaitu (1) tataran filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip
moral umum dan berlaku universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling
asasi. (2) tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak
kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara
tertentu. (3) tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena
memperhatikan situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak
asasi manusia dapat ditinjau dapat dilacak dalam Pembukaan UUD 1945, Batang
Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR dan Undang-undang. Hak asasi manusia dalam
Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum, uraian lebih rinci dijabarkan
dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain: Hak atas kewarganegaraan (pasal 26
ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak atas kedudukan yang
sama di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas pendidikan
(Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33
ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945,
antara lain: pertama, UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara
eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak
warga negara. Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak
pengaturan konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya
dalam bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Tap MPR ini memuat
Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia serta Piagam
Hak Asasi Manusia.
Pada bagian pandangan dan sikap
bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia, terdiri dari pendahuluan,
landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta pemahaman hak asasi manusia
bagi bangsa Indonesia. Pada bagian Piagam Hak Asasi Manusia terdiri dari
pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal
Pada pasal-pasal Piagam HAM ini
diatur secara eksplisit antara lain:
- Hak untuk hidup
- Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
- Hak mengembangkan diri
- Hak keadilan
- Hak kemerdekaan
- Hak atas kebebasan informasi
- Hak keamanan
- Hak kesejahteraan
- Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
- Hak perlindungan dan pemajuan.
Catatan penting tentang ketetapan
MPR tentang HAM ini adalah Tap ini merupakan upaya penjabaran lebih lanjut
tentang HAM yang bersumber pada UUD 1945 dengan mempertimbangkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
Kegiatan Belajar 3
PANCASILA DAN KRISIS EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang telah
terjadi pada masa Orba ternyata tidak berkelanjutan karena terjadinya berbagai
ketimpangan ekonomi yang besar, baik antargolongan, antara daerah, dan antara
sektor akhirnya melahirkan krisis ekonomi. Krisis ini semula berawal dari
perubahan kurs dolar yang begitu tinggi, kemudian menjalar ke krisis ekonomi,
dan akhirnya krisis kepercayaan pada segenap sektor tidak hanya ekonomi.
Kegagalan ekonomi ini disebabkan
antara lain oleh tidak diterapkannya prinsip-prinsip ekonomi dalam kelembagaan,
ketidak- merataan ekonomi, dan lain-lain. yang juga dipicu dengan maraknya
praktek monopoli, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme oleh para penyelenggara negara
Sistem ekonomi Indonesia yang
mendasarkan diri pada filsafat Pancasila serta konstitusi UUD 1945, dan
landasan operasionalnya GBHN sering disebut Sistem Ekonomi Pancasila.
Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Sistem Ekonomi Pancasila antara lain:
mengenal etik dan moral agama, tidak semata-mata mengejar materi. mencerminkan
hakikat kemusiaan, yang memiliki unsur jiwa-raga, sebagai makhluk
individu-sosial, sebagai makhluk Tuhan-pribadi mandiri. Sistem demikian tidak
mengenal eksploitasi manusia atas manusia, menjunjung tinggi kebersamaan,
kekeluargaan, dan kemitraan, mengutamakan hajat hidup rakyat banyak, dan
menitikberatkan pada kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran individu.
==============
DAFTAR PUSTAKA
Modul 1
PANCASILA DAN PENGETAHUAN ILMIAH
1. Bakry, Noor M.S. (1994).
Orientasi Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty
2. Bertens (1989). Filsafat Barat
Abad XX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
3. Ismaun. Tinjauan Pancasila Dasar
Filsafat Negara Indonesia.
4. Jacob (1999). Nilai-nilai
Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan IPTEK. Yogyakarta: Interskip
dosen-dosen Pancasila se Indonesia
5. Kaelan (1986). Filsafat
Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
6. Kaelan (1996). Filsafat Pancasila
Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
7. Kaelan (1998). Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
8. Kaelan (1999). Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
9. Kattsoff, Louis O. (1986).
Element of Philosophy (Terjemahan Soejono Soemargono: Filsafat). Yogyakarta:
Tiara Wancana
10. Liang Gie, The (1998). Lintasan
Sejarah Ilmu. Yogyakarta: PUBIB
11. Notonegoro (1975). Pancasila
Secara Utuh Populer. Jakarta: Pancoran Tujuh
12. Pangeran, Alhaj (1998). BMP
Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika
13. Soemargono, Soejono (1986).
Filsafat Umum Pengetahuan. Yogyakarta: Nur Cahaya
14. Soeprapto, Sri (1997).
Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: LP-3-UGM
15. Sutardjo (1999). Dasar Esensial
Calon Sarjana Pancasila. Jakarta: Balai Pustaka
16. Syafitri, Muarif Achmad (1985).
Islam dan Masalah Kengeraan. Penerbit
17. Wibisono, Koento (1999).
Refleksi Kritis Terhadap Reformasi: Suatu Tinjauan Filsafat dalam jurnal
Pancasila No 3 Tahun III Juni 1999. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM
18. Yamin, Muhammad). Pembahasan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Jakarta: Prapanca
19. Zubair A., Charris (1995).
Kuliah Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Modul 2
ASAL MULA PANCASILA
1. A.T. Soegito, 1983, Pancasila
Tinjauan dari Aspek Historis, FPIPS – IKIP, Semarang.
2. A.T. Soegito, 1999, Sejarah
Pergerakan Bangsa Sebagai Titik Tolak Memahami Asal Mula Pancasila, Makalah
Internship Dosen-Dosen Pancasila se Indonesia, Yogyakarta.
3. Alhaj dan Patria, 1998. BMP.
Pendidikan Pancasila. Penerbit Karunika, Jakarta 4 – 5.
4. Bakry Noor M, 1998, Pancasila
Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta.
5. Dardji Darmodihardjo, 1978,
Santiaji Pancasila, Lapasila, Malang.
6. Harun Nasution, 1983. Filsafat
Agama, NV Bulan Bintang. Jakarta.
7. Kaelan, 1993, Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Yogyakarta.
8. Kaelan, 1999, Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Yogyakarta.
9. Koentjaraningrat, 1974,
Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta.
10. Notonagoro, 1957, Beberapa Hal
Mengenai Falsafah Pancasila Cet. 2, Pantjoran tujuh Jakarta.
11. Soenoto, 1984, Filsafat
Pancasila Pendekatan Melalui Sejarah dan Pelaksanaannya, PT. Hanindita,
Yogyakarta.
Modul 3
FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
1. Heuken, 1988, Ensiklopedi Populer
Politik Pembangunan Pancasila, edisi 6, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta.
2. Kaelan, 1996, Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Jogjakarta.
3. Koentjaraningrat, 1980, Manusia
dan Kebudayaan Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta.
4. Manuel Kasiepo, 1982, Dari
kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara, Birokrasi, dan Politik di
Indonesia Era Orde Baru, Dalam Jurnal Ilmu Politik, AIPI-LIPI, PT. Gramedia,
Jakarta.
5. Notonagoro, 1980, Beberapa Hal
Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9, Pantjoran tujuh, Jakarta.
6. Soeprapto, 1997, Pendidikan
Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, LP.3 UGM, Jogjakarta.
7. Suhadi, 1995, Pendidikan
Pancasila, Diktat Kuliah Fakultas Filasafat, UGM. Jogjakarta.
8. Suhadi, 1998, Pendidikan
Pancasila, Diktat Kuliah, Jogjakarta.
Modul 4
PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD’45
1. Kaelan, 1999, Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Jogjakarta.
2. Notonagoro, 1975, Pancasila
Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tujuh, Jakarta.
Modul 5
PELAKSANAAN PANCASILA
1. Hadi Sitia Unggul, SH, 2001,
Ketetapan MPR 2001, 2000 dan perubahan I dan II UUD 1945, Harvarindo, Jakarta.
2. Kuntowijoyo, 1997, Identitas
Politik Umat Islam, Mizan, Bandung.
3. Moh. Mahfud, 1998, Pancasila
Sebagai Paradigma Pembaharuan Tatanan Hukum, dalam Jurnal Pancasila no. 32
Tahun II, Desember 1998, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
4. Notonagoro, 1971, Pancasila
Secara ilmiah Populer, Pantjuran Tujuh, Jakarta.
5. Oxford Advanced Learner ‘s
Dictionary of Current English*, 1980
6. Pranarka, A.M.W., 1985,
SejarahPemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta.
7. Rizal Mustansyir dan Misnal
Munir, 1999, Reformasi di Indonesia dalam Perspektif Filsafat Sejarah, dalam
Jurnal Pancasila no. 3 Tahun III, Juli 1999, Pusat Studi Pancasila UGM,
Yogyakarta.
8. Susilo Bambang Yudhoyono, 1999,
Keformasi Politik dan Keamanan (Refleksi Kritis), dalam Jurnal Pancasila no. 3
Tahun III, Juli 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
Modul 6
PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL
Pustaka Primer
1. Undang-Undang Dasar 1945 beserta
Amandemen Tahap Pertama
2. Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam
Sidang Istimewa tahun 1998
3. Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam
Sidang Umum tahun 1998
Pustaka Sekunder
1. Nopirin, 1980, Beberapa Hal
Mengenai Falsafah Pancasila, Pancoran Tujuh, Jakarta, Cet 9.
2. Nopirin,1999, Nilai-nilai
Pancasila sebagi Strategi Pengembangan Ekonomi Indonesia, Internship
Dosen-Desen Pancasila Se-Indonesia, Yogyakarta.
3. Pranarka, A.M.W., 1985, Sejarah
Pemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta.
4. Rizal Mustansyir dan Misnal
Munir, 1999, Reformasi di Indonesia dalam Perspektif Filsafat Sejarah, dalam
Jurnal Pancasila No. 3 Th III Juni 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
5. Susilo Bambang Yudhoyono, 1999,
Reformasi Politik dan Keamanan (Refleksi Kritis), dalam Jurnal Pancasila No. 3
Th III Juni 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
6. Syaidus Syakar, 1975, Pancasila
pohon Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung.
One blogger likes this.
·
- Tentang Blog Ini
Blog
ini paduan karya pikir dan nuraniku. Tempat curahku tentang segalanya tanpa
intervensi. Bagi yang tersinggung, mohon maaf. Karena inilah aku, yang mau
bebas bersuara.
- Oh Palestina
Darah
segar rakyatmu menjadi saksi kebencian trah Qabil dan Habil adalah takdir anak
manusia. Nyawa balita-balita syahidmu adalah lumbung empatiku untuk berkata,
“Kalian adalah saudaraku.” Kausalitas dan karma pasti terjadi. PASTI!
- SUARA KEBEBASANKU
- Isi Blog Ini
Tempatku
mencurah segalanya tanpa intervensi atau jaga image kepada siapapun. Bagi yang
tersinggung, mohon dimaafkan. Karena inilah aku, yang mau bebas bersuara.
- Blog Vivix
http://v2xtopz.blogspot.com/
- Admin Masuk
·
- Karya Tulis
- ARTIKEL
- Buku
- Curhat
- Hikmah
- ISI BLOG
- Modul Kuliah
- Bahasa Arab
- Fotografi
- Ilmu Logika/Mantiq
- Ilmu Logika/Mantiq – Bahan Ajar 1
- Ilmu Logika/Mantiq – Bahan Ajar 2
- Ilmu Logika/Mantiq – Bahan Ajar 3
- Jurnalistik
- Metodologi Penelitian
- Metodologi Studi Islam
- Metodologi Studi Islam – Bahan Ajar 1
- Metodologi Studi Islam – Bahan Ajar 2
- Metodologi Studi Islam – Bahan Ajar 3
- Pendidikan Pancasila
- Penyiaran Radio dan Televisi
- Panduan Prosedur Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi
- Teknik Penulisan Berita Media Televisi
- Perencanaan Dakwah
- Seminar/Penulisan Skripsi
- Ocehan Lepas
- Bangga Jadi Muslim
- Hadhrami 1
- Hadhrami 2
- Hadhrami 3
- Kawin Campur 1
- Kawin Campur 2
- Lingkaran Spiritual
- My Iraq
- Peran Orang Lain
- Pluralisme Banci
- Opini Islam
- Di Balik Kontra-Sisdiknas
- Ilmu Hadits bagi Ekonom Muslim
- Intoleransi di Sekolah Arab Saudi
- Model Pelestarian Alam Berbasis Al-Qur`an
- Partai Agama Sulit Jadi Mayoritas
- Pelecehan Seks di Mesir
- Pemaksaan Toleransi
- Perlunya Belajar Ilmu Perbandingan Agama
- Pesantren dan Musik Dakwah
- Polemik Viagra
- Westernisasi Ramadhan
- Opini Umum
- Korek Api dan Tradisi Manipulasi
- Nirmiliter Agama
- Pornografi Malu-Malu Kucing
- Sepakbola dan Anarkisme
- Timbangan
- Zionis, Musuh Bersama
- Perjalanan
- Reportase
- 9/11 Upaya Bangkitkan Kenangan Pearl Harbor
- Agar Anak Menghargai Uang
- Awas Shopaholic
- Bahaya Narkoba Mata
- Beban Janji Sekolah Gratis
- Berkiblat Antirokok ke Mekkah
- Bola Salju Ateisme
- Dahsyatnya Kekerasan Intelektual
- Harmonis Berkat Memuji
- Integrasi Agama-Umum di Perguruan Tinggi
- Integrasi Pendidikan Umum dan Agama
- Israeli Conspiracy Theory (ICT)
- Ketika Kepemimpinan Berpijak pada Figur
- Konspirasi Baru WTC 9/11
- Langkah Cepat Menguasai Buku
- Melerai Cekcok Rumahtangga
- Menelisik Pendidikan Ekonomi Syariah
- Mengedepankan Islam Moderat
- Motivasi Bisnis Komunitas
- Multiple Inteligen
- Nyai dan Pemberdayaan Santri
- Pamrih Kegigihan
- Pendidikan Fikih Antikorupsi
- Penyakit Bisnis Makanan Haram
- Rumah Anak Jalanan
- Saatnya Menerapkan Fikih Lingkungan
- Skenario di Balik 9/11
- Stop Trafficking
- Riset
- Pesantren Modern dan Pendidikan Multikulturalisme
- Pragmatisme Pertikaian Agama dan Kesenjangan Dunia
- Zionisme, Analisis Sejarah dan Perkembangannya
- Sastra
- Advertising
- Antri Tak Laku Sepah Dibuang
- Arwah Jiwa Cinta
- Barang Rongsokan
- Cairoku Sayang … Cairoku Malang
- Di Balik Batu
- Durjana dan Hutang Hidupnya
- Gerobak Tua Tukang Ketoprak
- Laju Besi Tua
- Melati dan Kamboja
- Memang Sial
- Mimpi Belati Berkuncup Emas
- Pejuang Kecil
- Peluh Porter
- Penjaraku
- Resah Orang Dewasa
- Setengah Murtad
- Si Bodoh Menatap Rembulan
- Takdir yang Terlambat
- Tukang Sapu Si Ojek Payung
- Syair Senandung
- Candradimuka
- Cronic
- Diriku
- Hasrat
- Jejak
- Konspirasi
- Mbuh Ngenti
- Nafsu
- Pelangiku
- Penantian Panjang
- Permata Hati
- R.I.P (Rest in Peace)
- Sahara
- Ulo Sing Ngentup
- Tentang Blog Ini
- Tentang Blog Ini
Blog
ini merupakan paduan karya pikir dan nuraniku. Tempatku mencurah segalanya
tanpa intervensi atau jaga image kepada siapapun. Bagi yang tersinggung, mohon
dimaafkan. Karena inilah aku, yang mau bebas bersuara.
- Foto
|
- Jumlah Pengunjung
- 132,153 Orang
·
- Berita Terkini
- Vivix on Blogspot
- AlJazeera Magazine
- An error has occurred; the feed is probably down. Try again later.
Artikel Terbaru
|
Agung Tjahyadi on Menanti Presiden Gila
|
|
rinna aja on Curhat
|
|
ipur on Modul Mata Kuliah PANCASI…
|
- TAJ Publishing
- An error has occurred; the feed is probably down. Try again later.
- Artikel Baru
- Modul Mata Kuliah PANCASILA
- Sistematika Metodologi Penelitian
- Jurnalisme Dasar
- Ilmu Logika/Mantiq - Bahan Ajar 2
- Pedoman Penulisan Skripsi
- Modul Kuliah
- Pengantar Fotografi
- Planning Dakwah
- Ilmu Logika/Mantiq - Bahan Ajar 3
- Zionisme, Analisis Sejarah dan Perkembangannya
- Another Vivix’s Blog
- Vika’s Blog
- Bunda Vika’s Blog
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(Risalah Rapat
Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai
Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini)
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
( P r e a m b u l e)
UNDANG-UNDANG DASAR
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***)
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undangundang.****)(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar. ***)(2) Majelis Permus yawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***/****)
(3) Majelis Permus yawaratan Rakyat hanya dap at memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UndangUndang Dasar. ***/****)
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *)(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undangundang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ***)(2) Syaratsyarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undangundang. ***)
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.***)(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. ***)
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undangundang. ***)
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. ***)(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambatlambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersamasama. Selambatlambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. ****)
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) : “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.” Janji Presiden (Wakil Presiden) : “Saya berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”. *)(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung. *)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang. ***)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syaratsyarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undangundang.Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. *)(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lainlain tanda kehormatan yang diatur dengan undangundang. *)Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undangundang. ****)
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus. ****)
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menterimenteri negara.(2) Menterimenteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undangundang. ***)
BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang. **)(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. **)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **)
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. **)
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **)
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undangundang. **)
Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undangundang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undangundang. **)
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang. **)(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang. **)
BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undangundang. **)
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undangundang. *)(2) Setiap rancangan undangundang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)
(3) Jika rancangan undangundang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undangundang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undangundang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undangundang. *)
(5) Dalam hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undangundang tersebut disetujui, rancangan undangundang tersebut sah menjadi undangundang dan wajib diundangkan. **)
Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. **)(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)
(3) Selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. **)
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undangundang. **)
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undangundang.*)Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undangundang.(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. **)Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syaratsyarat dan tata caranya diatur dalam undangundang. **)
BAB VIIA***)
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. ***)(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. ***)
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***)(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber da ya ekonomi lainn ya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memb erikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rak yat atas rancangan undangundang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syaratsyarat dan tata caranya diatur dalam undangundang. ***)
BAB VIIB***)
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***)
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. ***)
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. ***)
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang. ***)
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. ***)(2) Rancangan undangundang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***) Pasal 23A Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang. ***) Pasal 23B Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undangundang. ****)
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undangundang. ***)Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undangundang. ****)
BAB VIIIA***)
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. ***)(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. ***)
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undangundang. ***)
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. ***)(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota. ***)
Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi ***)(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undangundang ***)
BAB IX
KEKUASAAN HAKIM
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)
(3) Badanbadan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undangundang. ****)
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undangundang terhadap undangundang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang. ***)(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. ***)
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dip ilih dari dan oleh hakim agung. ***)
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undangundang. ***)
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. ***)
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undangundang.***)
Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UndangUndang Dasar. ***)
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masingmasing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. ***)
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. ***)
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undangundang. ***)
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undangundang.
BAB IXA**)
WILAYAH NEGARA
Pasal 25A ****)
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batasbatas dan hakhaknya ditetapkan dengan undangundang. **)
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK **)
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orangorang bangsa Indonesia asli dan orangorang bangsa lain yang disahkan dengan undangundang sebagai warga negara.(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. **)
(3) Halhal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undangundang. **)
Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.(2) Tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. **)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang.
BAB XA**)
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. **)Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. **)(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. **)(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. **)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. **)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. **)(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun. **)
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **)(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. **)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan. **)
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.(2) Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA**)
Pasal 30
(1) Tiaptiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. **)(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. **)
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. **)
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. **)
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syaratsyarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta halhal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undangundang. **)
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****)(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ****)
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. ****)
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ****)
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. ****)
Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilainilai budayanya. ****)(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. ****)
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.(2) Cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang. ****)
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anakanak yang terlantar dipelihara oleh negara. ****)(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. ****)
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang. ****)
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN**)
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. **)Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang. **)
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasalpasal UndangUndang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurangkurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)(2) Setiap usul perubahan pasalpasal UndangUndang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. ****)
(3) Untuk mengubah pasalpasal UndangUndang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah pasalpasal UndangUndang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurangkurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ****)
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundangundangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambatlambat nya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. ****)ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. ****)Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. ****)
*)
|
Perubahan Pertama
|
**)
|
Perubahan Kedua
|
***)
|
Perubahan Ketiga
|
****)
|
Perubahan Keempat
|
©
Sekretariat Jenderal DPR RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar